Pertumbuhan dan Uji Kualitatif Kandungan Metabolit Sekunder Kalus Gatang (Spilanthes acmella Murr.) dengan Penambahan PEG untuk Menginduksi Cekaman Kekeringan

 Abstract 


The study about the growth and qualitative test of secondary metabolite content of the callus culture of Spilanthes acmella Murr. with addition of PEG to induce drought stress had been done used completely randomized design with six treatments and six replications. The treatments were the addition of PEG in various consentration : 1%, 2%, 3%, 4%, 5% and control (without addition of PEG). The result showed that the addition of PEG  to medium could decrease fresh weight of callus. The fresh weight of callus was decrease significantly by addition 5% PEG. On the qualitative test of secondary metabolite, alkaloid  content was increase by addition of  2% - 5% PEG (++), terpenoid content was increase by addition 3% - 4% PEG (++) and fenolik was found on 4% PEG (+). 

Keywords: callus culture, secondary metabolite, PEG, drought stress, Spilanthes acmella   

Pendahuluan

  

Sekitar 60-75% penduduk bumi menggantungkan kesehatannya pada tumbuhan (Harvey, 2000). Salah satu tanaman berkhasiat obat ini adalah gatang (Spilanthes acmella Murr.). Tanaman Gatang (Spilanthes acmella Murr.) yang termasuk ke dalam famili Asteraceae telah digunakan sebagai obat tradisional untuk sakit gigi, sakit kepala, asma, rematik, demam, radang tenggorokan dan wasir (Wongsawaktul dan prachayasittikul, 2008). Ekstrak dari tanaman Gatang juga menunjukkan aktivitas anti mikroba, antioksidan, dan  efek sitotoksik (Prachayasittikul et al., 2008). Spilanthes acmella Murr. mengandung berbagai metabolit sekunder seperti alkaloid (spilanthol) (Gokhale dan Bhide, 1945, cit. Wongsawatkul dan Prachayasittikul, 2008), triterpenoid seperti

asam 3-acetylaleuritolic, b-sitostenone, stigmasterol dan stigmasteryl-3-OBD- glucopyranosides dan fenolik (asam vanilat, asam trans-ferulat dan asam trans- isoferulic), kumarin (scopoletin) (Prachayasittikul et al., 2009).  Salah satu upaya untuk menghasilkan metabolit sekunder dengan jumlah yang banyak adalah dengan teknologi kultur jaringan seperti kultur kalus (Kristina et al., 2007). Namun, Mantell dan smith (1983) menyatakan bahwa pada umumnya kandungan metabolit sekunder dalam kultur relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh pembentukan metabolit sekunder dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal seperti pemberian elisitor untuk menim- bulkan kondisi tercekam dapat digunakan untuk meningkatkan metabolit sekunder (Di Cosmo dan Masawa, 1995). Elisitor merupakan stimulus fisika, kimia maupun

Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.) 1(1) – September 2012 : 1-8

biologi yang dapat menginduksi respon pertahanan tumbuhan.  Media padat yang ditambahkan elisitor PEG telah digunakan untuk menciptakan kondisi cekaman kekeringan dengan menurunkan potensial air pada medium pada berbagai percobaan kultur jaringan. Potensial air yang rendah di medium menurunkan pembelahan sel dan meningkatkan kandungan metabolit sekunder (Ehsanpour dan Razavizadeh, 2005).  Konsentrasi pemakaian PEG sebagai pengatur cekaman kekeringan secara in vitro bervariasi dengan kisaran 0,2- 20%. Dragiiska et al. (1996) memakai 5-10% PEG pada tanaman alfalfa (Medicago sativa). Penelitian Astuti (cit. Yulinda, 2010) melaporkan bahwa kandungan alkaloid dari tanaman Catharantus roseus mengalami peningkatan dengan penambahan 1, 3, 5 dan 7 % PEG. Sedangkan Yulinda (2010) melaporkan bahwa kandungan metabolit sekunder triterpenoid pada kultur in vitro tanaman Centella asiatica meningkat dengan penambahan 1 dan 2 % PEG.  Penelitian ini dilakukan dalam mempelajari penggunaan elisitor berupa PEG dalam peningkatan kandungan metabolit sekunder pada tanaman gatang (Spilanthes acmella Murr.).  

Comments

Popular Posts